Mandiolinews com
Halsel Kasus pengeroyokan yang terjadi pada 24 November 2024 di Desa Kawasi, Kecamatan Obi, Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel), telah mengundang perhatian publik. Namun, apa yang seharusnya menjadi langkah tegas dari aparat penegak hukum, justru terkesan lamban dalam penanganannya. Hingga 10 Januari 2025, kasus yang menimpa Fahri Samirun ini belum juga menunjukkan hasil nyata, meskipun laporan telah diajukan sejak November 2024 dan disertai bukti visum serta saksi.


Juhardin Abdul Aziz, seorang mahasiswa Hukum Islam di Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Alkhairaat-Labuha, menilai tindakan kepolisian di Halmahera Selatan sebagai bentuk ketidakprofesionalan dan kelalaian. Dalam pandangannya, proses penegakan hukum yang lamban ini bukan hanya merugikan korban, tetapi juga mencerminkan buruknya kualitas penyidikan yang seharusnya menjadi prioritas. "Keputusan untuk menuntaskan kasus ini harus segera diambil agar keadilan dapat dirasakan oleh korban dan keluarga," tegas Juhardin.


Selain itu, Juhardin mengkritik minimnya transparansi yang ditunjukkan oleh pihak kepolisian dalam mengungkapkan perkembangan kasus kepada publik. "Kehilangan kepercayaan publik terhadap kepolisian akan semakin parah jika kasus seperti ini tidak diselesaikan dengan cepat. Masyarakat berhak mendapatkan informasi yang jelas dan akurat mengenai langkah-langkah yang diambil oleh pihak berwenang," ungkapnya.


Lambannya penanganan kasus ini semakin memperburuk citra institusi kepolisian di mata publik. Menurut Juhardin, Polres Halsel harus segera bertindak dan memastikan bahwa para pelaku yang terlibat dalam pengeroyokan tersebut ditangkap berdasarkan bukti yang ada. Ia juga menegaskan pentingnya transparansi dalam proses hukum agar masyarakat tidak merasa diabaikan.


Jika ditemukan adanya indikasi kelalaian atau ketidakseriusan dalam proses penyidikan, Juhardin mendesak agar dilakukan evaluasi terhadap aparat yang bertanggung jawab. "Kapolres Halmahera Selatan harus menunjukkan keberanian dan komitmen dalam menegakkan hukum tanpa pandang bulu. Ini bukan hanya tentang satu kasus, tetapi tentang kepercayaan masyarakat terhadap kepolisian," tambahnya.


Pernyataan Juhardin Abdul Aziz ini mencerminkan suara masyarakat yang menuntut keadilan dan transparansi. Ia juga mengingatkan bahwa penegakan hukum yang lamban adalah pengabaian terhadap hak-hak warga negara, yang seharusnya dilindungi oleh institusi kepolisian berdasarkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Tim: Mandiolinews