Oleh Albar Patti. Ketua Bidang PAO HMI Cabang Bacan

Mandiolinews com Kekerasan seksual yang baru-baru ini terjadi di Halmahera Selatan, terutama terhadap anak-anak berusia 11 hingga 15 tahun, membuka tabir gelap kegagalan sistem perlindungan anak di Indonesia. Kejadian ini bukan sekadar pelanggaran hak asasi manusia, melainkan ancaman nyata terhadap masa depan bangsa. Anak-anak, yang seharusnya tumbuh dalam lingkungan yang aman dan mendukung, justru menjadi korban kekerasan yang merusak fisik, psikologis, dan masa depan mereka. Tragisnya, respons yang diberikan oleh aparat penegak hukum dan lembaga terkait bukan hanya lambat, tetapi juga memperburuk keadaan.


Aparat penegak hukum, yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam menjaga keamanan dan keadilan, terbukti gagal menjalankan tugas mereka. Penanganan yang lambat, penuh birokrasi, dan tidak memadai hanya memberi ruang bagi pelaku kekerasan untuk terus bebas melakukan aksinya. Kejadian ini menunjukkan betapa buruknya kinerja lembaga yang diberi tanggung jawab untuk menegakkan hukum. Proses hukum yang berjalan dengan sangat lambat membuat para korban tidak mendapatkan rasa keadilan yang semestinya. Jika penanganannya terus-menerus terhambat, keadilan bagi korban hanya menjadi angan-angan belaka.


Selain itu, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3AKB), yang seharusnya menjadi lembaga yang bertanggung jawab atas perlindungan anak-anak, juga menunjukkan kegagalan yang tidak bisa ditoleransi. Kebijakan yang ada masih jauh dari harapan untuk mencegah kekerasan seksual, terutama di daerah-daerah yang jauh dari jangkauan layanan sosial dan hukum. Keberadaan lembaga ini semakin tidak berarti jika pada kenyataannya banyak sekolah dan lembaga pendidikan di Halmahera Selatan yang tidak dapat memberikan perlindungan yang layak bagi anak-anak. Di bawah Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, jelas disebutkan bahwa setiap anak berhak mendapatkan perlindungan dari segala bentuk kekerasan, namun kenyataan di lapangan menunjukkan sebaliknya.


Kekerasan seksual yang dialami anak-anak tidak hanya menghancurkan kehidupan pribadi mereka, tetapi juga mengancam masa depan pendidikan mereka. Anak-anak yang menjadi korban kekerasan seksual sering kali mengalami trauma yang mendalam, yang dapat mengganggu perkembangan mental mereka dan memperburuk proses belajar mereka. Hal ini jelas berdampak pada regenerasi bangsa yang seharusnya berjalan dengan baik, namun justru terhambat oleh kegagalan lembaga-lembaga yang seharusnya melindungi mereka.


Jika kegagalan ini terus dibiarkan, maka yang terancam bukan hanya masa depan para korban, tetapi juga masa depan bangsa ini secara keseluruhan. Negara ini hanya akan memiliki generasi yang rusak jika sistem perlindungan anak tidak segera diperbaiki. Oleh karena itu, ini saatnya bagi pemerintah, aparat penegak hukum, dan lembaga terkait untuk melakukan evaluasi serius. Upaya perlindungan anak harus menjadi prioritas utama dengan mempercepat proses hukum, memperkuat koordinasi, dan memperbaiki kebijakan perlindungan anak.


Hanya dengan memberikan perhatian serius terhadap perlindungan anak-anak, kita dapat menjamin masa depan bangsa ini. Kita tidak bisa lagi membiarkan kekerasan seksual menghancurkan kehidupan mereka. Perlindungan yang tegas dan nyata harus menjadi prioritas, karena masa depan generasi penerus bangsa hanya bisa terwujud jika mereka dibesarkan dalam lingkungan yang aman, sehat, dan penuh kasih sayang.

Tim: Mandiolinews