Oleh: Muhammad Indra Manaf


Mandiolinews com
Halsel Setiap anak berhak untuk mendapatkan pendidikan, bermimpi, dan membangun masa depan yang lebih baik. Namun, kekerasan seksual telah menjadi salah satu penghancur terbesar yang merampas hak-hak tersebut. Ketika seorang anak menjadi korban kekerasan seksual, bukan hanya tubuh mereka yang terluka, tetapi juga mental, harga diri, dan cita-citanya. Lebih parah lagi, kekerasan ini seringkali memutus akses mereka terhadap pendidikan—sebuah ruang yang seharusnya menjadi tempat perlindungan terakhir.


Trauma psikologis yang dialami korban menjadi hambatan utama dalam usaha mereka kembali ke bangku sekolah. Rasa takut, malu, dan stigma sosial membuat mereka merasa terisolasi. Bahkan, lingkungan sekolah yang seharusnya menjadi tempat yang aman, seringkali gagal memberikan dukungan yang cukup. Ketidakmampuan pihak sekolah untuk menangani kasus ini dengan bijaksana justru memperparah keadaan, dengan mengabaikan kebutuhan khusus korban atau memberi ruang bagi perundungan dari teman sebaya.


Bagi banyak korban, stigma masyarakat lebih menyakitkan daripada peristiwa yang mereka alami. Mereka sering dicap sebagai "anak bermasalah" dan bahkan disalahkan atas kekerasan yang menimpa mereka. Dalam banyak kasus, keluarga korban terpaksa memindahkan anak mereka ke sekolah lain atau bahkan menghentikan pendidikan anak tersebut karena tekanan sosial yang tidak tertahankan. Akibatnya, korban tidak hanya kehilangan akses ke pendidikan, tetapi juga kehilangan kepercayaan diri dan masa depan mereka.


Tidak kalah menyedihkan adalah kurangnya dukungan pemerintah dalam menyediakan solusi konkret. Sering kali, perhatian hanya terfokus pada aspek hukum. Menangkap pelaku, mengadili, dan menghukum mereka. Namun, bagaimana dengan pemulihan korban? Apakah cukup dengan menangkap pelaku dan menganggap masalah selesai? Tanpa pendampingan psikologis, jaminan pendidikan, dan dukungan sosial, korban tetap akan hidup dalam bayang-bayang trauma, kehilangan kesempatan untuk pulih dan melanjutkan hidup mereka.


Kegagalan Sistem yang Merampas Masa Depan


Sistem pendidikan kita sering kali tidak memiliki mekanisme perlindungan yang kuat bagi anak-anak korban kekerasan seksual. Tidak semua sekolah memiliki konselor atau psikolog yang dapat membantu korban mengatasi trauma mereka. Selain itu, tidak ada jaminan bahwa korban dapat melanjutkan pendidikan tanpa menghadapi stigma atau diskriminasi.


Beberapa korban juga menghadapi tantangan ekonomi yang semakin memperburuk keadaan. Keluarga yang terfokus pada pemulihan anak, sering kali terjebak dalam kemiskinan dan terpaksa menghentikan pendidikan anak mereka. Dalam situasi seperti ini, kekerasan seksual tidak hanya merusak tubuh dan pikiran korban, tetapi juga secara sistematis menghancurkan masa depan mereka.


Apa yang Harus Dilakukan?


1. Pemerintah: Harus ada kebijakan yang jelas dan tegas untuk memberikan akses pendidikan tanpa diskriminasi kepada korban kekerasan seksual. Pemerintah juga perlu memastikan adanya pendampingan psikologis gratis dan beasiswa khusus untuk korban agar mereka dapat melanjutkan pendidikan tanpa beban finansial.


2. Sekolah: Lingkungan sekolah harus dilatih untuk menjadi tempat yang aman bagi korban. Kepala sekolah, guru, dan staf perlu diberikan pelatihan khusus dalam menangani trauma korban, termasuk cara mengatasi stigma dan diskriminasi dari teman sebaya.


3. Masyarakat: Peran masyarakat sangat penting untuk menghapus stigma yang sering membebani korban. Alih-alih menyalahkan atau mengucilkan, masyarakat harus memberikan dukungan moral dan sosial kepada korban dan keluarganya.


4. Media: Media memiliki tanggung jawab besar untuk mengangkat isu ini tanpa mengeksploitasi korban. Fokus pemberitaan harus diarahkan pada advokasi perlindungan anak dan solusi konkret, bukan sekadar sensasi.


Penutup: Memutus Siklus Kekerasan dan Ketidakadilan


Ketika pendidikan terputus akibat kekerasan seksual, dampaknya jauh melampaui individu. Bangsa ini kehilangan generasi yang seharusnya menjadi motor penggerak masa depan. Kekerasan seksual tidak hanya menghancurkan satu nyawa, tetapi juga potensi sebuah bangsa.


Kita harus berhenti melihat kekerasan seksual sebagai tragedi individual semata. Ini adalah kegagalan kolektif—kegagalan sistem hukum, pendidikan, dan masyarakat dalam melindungi yang paling rentan di antara kita. Jika kita benar-benar peduli pada masa depan bangsa ini, kita harus memastikan bahwa setiap anak, terutama mereka yang menjadi korban kekerasan seksual, mendapatkan haknya untuk bermimpi, belajar, dan hidup tanpa rasa takut.


Pendidikan adalah kunci menuju kebangkitan. Jangan biarkan kekerasan seksual merampas kunci itu dari tangan anak-anak kita.

Tim: Mandiolinews