Oleh: Sahib Munawar, S.Pd.I., M.Pd
Halmahera Selatan, 22 Februari 2025 – Kekerasan seksual dan pencabulan di Halmahera Selatan terus meningkat dan menjadi isu yang meresahkan masyarakat. Kasus-kasus ini tidak hanya menimpa anak-anak, tetapi juga orang dewasa, dengan pelaku sering kali berasal dari lingkungan terdekat korban, seperti tetangga atau bahkan anggota keluarga.
Kekerasan seksual dapat terjadi kapan saja dan di mana saja, tanpa memandang usia atau status sosial pelaku. Mirisnya, beberapa pelaku bahkan berasal dari kalangan pejabat atau tokoh masyarakat yang seharusnya menjadi pelindung. Faktor utama dari tindakan ini sering kali berkaitan dengan dorongan seksual yang tidak terkendali.
Salah satu kasus terbaru yang mencuat adalah dugaan pelecehan seksual terhadap seorang siswi SD di Kecamatan Bacan Selatan pada Agustus 2024. Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Halmahera Selatan, Karima Nasarudin, menyebutkan bahwa siswi tersebut dilecehkan oleh seorang pria dewasa yang merupakan tetangganya. Kasus ini terbongkar setelah korban melaporkan kejadian tersebut kepada orang tuanya, yang kemudian melaporkannya ke pihak berwajib. Polisi segera mengambil langkah dengan melakukan visum terhadap korban dan menangkap pelaku.
Selain itu, terdapat pula kasus persetubuhan anak di bawah umur yang dilakukan oleh seorang pria berusia sekitar 25 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa kasus kekerasan seksual terhadap anak masih menjadi ancaman serius di Halmahera Selatan. Kasus serupa juga terjadi di Halmahera Utara, di mana seorang anak mengalami pelecehan oleh ayah angkatnya sejak usia dini hingga remaja. Kasus ini mencerminkan lemahnya pengawasan serta kurangnya edukasi mengenai kekerasan seksual.
Dalam perspektif psikologi, teori psikoanalisis Sigmund Freud menjelaskan bahwa dorongan seksual yang tidak terkendali dipengaruhi oleh interaksi antara id, ego, dan superego. Id sebagai aspek biologis mendorong individu untuk mengejar kenikmatan, termasuk dorongan seksual. Namun, superego berperan sebagai pengendali moralitas dan etika. Jika superego lemah, seseorang cenderung mengikuti hasratnya tanpa mempertimbangkan dampak moral dan sosial.
Dari perspektif Islam, Imam Al-Ghazali mengelompokkan nafsu manusia menjadi tiga: nafs al-lawwâmah (nafsu yang mencela diri sendiri), nafs al-ammarah (nafsu yang mendorong pada kejahatan), dan nafs al-muthmainnah (nafsu yang tenang dan baik). Dua jenis nafsu pertama termasuk dalam kategori buruk dan dapat mendorong seseorang melakukan tindakan menyimpang jika tidak dikendalikan dengan baik.
Pendidikan menjadi kunci utama dalam mencegah kekerasan seksual. Orang tua dan pendidik harus menanamkan nilai-nilai moral serta memberikan pemahaman tentang pentingnya mengendalikan hasrat dan emosi sejak dini. Selain itu, aparat penegak hukum harus bertindak tegas dalam menangani kasus-kasus kekerasan seksual guna memberikan efek jera bagi pelaku dan melindungi korban.
Meningkatnya kasus kekerasan seksual di Halmahera Selatan menunjukkan bahwa perlu ada kesadaran kolektif untuk mengatasi permasalahan ini. Tidak hanya penegakan hukum yang lebih ketat, tetapi juga edukasi dan penguatan moral di masyarakat agar kasus serupa tidak terus berulang di masa depan.
Tim Mandiolinews
0Komentar