Sahib Munawar, S.Pd.I, M.Pd
Mandiolinews com.Rezim otoriter sering kali dikaitkan dengan pemerintahan yang menekan kebebasan individu, memusatkan kekuasaan, serta menjalankan kebijakan tanpa melibatkan partisipasi masyarakat. Sistem ini kerap menimbulkan ketakutan, eksploitasi, dan pengabaian hak-hak rakyat.
Dalam konteks pemerintahan, rezim merujuk pada sistem yang mengatur kebijakan, aturan, serta struktur kekuasaan di suatu negara atau daerah. Secara etimologis, kata "rezim"
berasal dari bahasa Prancis régime, yang berarti tata cara atau sistem pemerintahan. Sementara itu, otoritarianisme berasal dari bahasa Inggris authoritarian, yang berakar dari bahasa Latin auctoritas, bermakna kuasa, wibawa, dan otoritas.
Pemerintahan yang menerapkan sistem otoriter cenderung membatasi kebebasan individu dan menekan demokrasi. Dalam komunikasi politik, sistem ini hanya mengedepankan komunikasi satu arah tanpa membuka ruang diskusi maupun kritik.
Seperti yang dikemukakan oleh Ary Prastiyo dalam bukunya Kepemimpinan dalam Perspektif Islam, kepemimpinan otoriter berjalan atas dasar kesewenang-wenangan, di mana semua kebijakan dan keputusan pemimpin harus ditaati tanpa kesempatan negosiasi.
Fenomena Otoritarianisme di Halmahera Selatan
Fenomena kepemimpinan otoriter kini tampak dalam pemerintahan Kabupaten Halmahera Selatan di bawah kepemimpinan Bupati Hasan Ali Basam dan Wakil Bupati Helmi Umar Muksin, yang baru dilantik pada 20 Februari 2025.
Dalam beberapa minggu masa kepemimpinannya, kebijakan kontroversial telah muncul, khususnya terkait pemberhentian sejumlah kepala desa.
Keputusan bupati dalam memberhentikan kepala desa dinilai tidak sesuai dengan prosedur hukum dan dianggap cacat (default), karena bertentangan dengan Undang-Undang Desa Nomor 16 Tahun 2016 serta Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 66 Tahun 2017.
Lebih jauh, alasan di balik pemecatan tersebut bukanlah terkait kinerja buruk atau penyalahgunaan dana desa, melainkan diduga karena faktor dendam politik pasca-pemilihan kepala daerah.
Tindakan ini menimbulkan kritik tajam dari masyarakat dan dinilai mencerminkan kepemimpinan yang otoriter serta kurang mengedepankan prinsip keadilan. Sebagai seorang pemimpin, bupati seharusnya bersikap bijak dalam mengambil keputusan, bukan bertindak atas dasar kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
Jika pola kepemimpinan seperti ini terus berlanjut, dampaknya bisa buruk bagi stabilitas politik dan sosial di Halmahera Selatan dalam lima tahun ke depan.
Demokrasi vs. Otoritarianisme
Dalam sejarah pemerintahan, dua sistem yang paling kontras adalah demokrasi dan otoritarianisme. Demokrasi menekankan partisipasi rakyat dalam pengambilan keputusan, sementara otoritarianisme memusatkan kekuasaan pada segelintir individu atau kelompok dengan kontrol yang ketat atas masyarakat.
Dalam sistem demokrasi, pemimpin seharusnya menghormati hak rakyat, termasuk dalam pemilihan kepala desa. Kepala desa dipilih langsung oleh masyarakat, bukan ditunjuk atau diberhentikan secara sewenang-wenang oleh kepala daerah. Jika demokrasi ingin tetap tegak di Halmahera Selatan, maka kebijakan yang adil harus ditegakkan, bukan kepemimpinan berbasis dendam politik.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Abraham Lincoln, "Jika kita ingin mengetahui watak dan karakter seseorang, berikan dia kekuasaan." Oleh karena itu, kepemimpinan yang adil dan demokratis sangat diperlukan agar Halmahera Selatan dapat berkembang secara harmonis dalam lima tahun ke depan.
Tim Mandiolinews
0Komentar